PKS Lampung Selatan
LAMPUNG SELATAN – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Lampung Selatan (Lamsel) terus berupaya secara maksimal menjalankan fungsi pengawasan dan legislasi.
Melalui hari aspirasi yang resmi launching hari ini (3/2/2020), enam anggota fraksi PKS menyampaikan sejumlah isu sektoral di Lamsel yang patut menjadi perhatian dan atensi khusus bagi anggota dewan.
Pertama yakni mengenai pembangunan fisik yang berkualitas buruk. Pembangunan pada tahun 2019, PKS menilai lebih buruk ketimbang tahun-tahun sebelumnya.
“Ini merupakan hasil temuan-temuan kami di lapangan. Bahkan ada beberapa yang sudah kita follow up, kita panggil ke DPRD. Secara kewajiban sebenernya sudah gugur. Tapi, persoalan ini akan terus menjadi perhatian kita semua,” ungkap Ketua Fraksi PKS DPRD Lamsel, Bowo Edy Anggoro, A. Md di Negeri Baru Resort Kalianda, siang tadi.
Kemudian, isu selanjutnya adalah adanya sekitar 4.000 BPJS yang dinonaktifkan. Penonaktifan itu dibagi 26 Faskes di Lamsel secara random, yang dibiayai oleh APBD. Terlebih, soal tindakan ini juga tidak ada koordinasi dengan anggota DPRD.
“Rata-rata yang di nonaktifkan adalah yang di advokasi oleh rekan-rekan anggota DPRD dan dibiyai APBD. Lebih menariknya, itu tidak ada koordinasi dengan DPRD. Jadi tahu-tahu ada masyarakat yang mengadu bahwa BPJS nya tidak aktif dan kami kesulitan untuk menjawabnya,” lanjut Bowo.
Menyikapi hal ini, para wakil rakyat itu bakal secepatnya mengagendakan untuk memanggil Dinas Kesehatan dan BPJS untuk melakukan hearing, untuk bagaimana mencari solusinya. “Menurut alasan mereka, bahwa Pemda mengalami kesulitan dalam membayar angsuran BPJS. Itu disebabkan adanya kenaikan tarif,” imbuhnya.
Selain itu, isu mengenai penghapusan honorer juga menjadi fokus fraksi PKS. Para anggota dewan ini bertekad untuk mencari solusi untuk mempertahankan tenaga honorer. Solusinya ada 3 opsi, yakni mengikuti seleksi CPNS, diangkat sebagai PPPK atau peningkatan siltap setara dengan UMR yang dibebankan Pemkab setempat.
“Kita ditarget untuk permasalahan honorer, tahun 2023 harus selesai. Untuk solusi yang bisa ditentukan daerah yakni peningkatan penghasilan bagi honorer. Jika pertanyaannya bisa atau tidak, kami tegaskan bisa. Tinggal bagaimana nanti kita merasionalisasikan kegiatan-kegiatan. Untuk itu kami sebenarnya butuh data honorer, dari jumlah dan biaya yang dikekuarkan Pemda. Tapi sampai sekarang data itu belum kita dapatkan,” tegasnya.
Lalu terkait kesejahteraan Badan Permusyawarahan Desa (BPD). Sejak di sahkan Perda tentang BPD pada 2019 lalu, fungsi BPD lebih diperkuat. Secara otomatis, penghasilan BPD juga akan naik.
“Yakni ada 3 item penghasilan BPD. Biaya operasional, tunjangan keanggotaan dan tunjangan kinerja. Tunjangan kinerja ini bersumber dari PADes,” tukasnya. (Doy)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama