PKS Lampung Selatan

dakwatuna.com - Melihat fenomena para pengantin baru yang saling melontarkan kata mesra di jejaring sosial, saya hanya bisa tersenyum. Ah, rasanya romantisme pasangan baru itu adalah hal yang wajar dan amat lumrah. Tapi melihat romantisme para “pengantin lama”, rasanya itu luar biasa.

Mungkin beberapa pekan ini orang-orang sedang disibukkan dengan boomingnya film Habibie-Ainun. Film yang mengangkat kisah cinta dan perjalanan keluarga pak Habibie dan istrinya ibu Ainun. Sepasang sosok jenius yang mengabdikan diri untuk negeri padahal di luar negeri sana sudah terjanjikan kehidupan yang jauh lebih baik. Sosok seorang istri yang dengan sabar senantiasa mendukung dan menemani perjuangan suami dalam kondisi apapun, hingga walaupun kini sudah tiada, sosok bu Ainun bagi pak Habibie tak pernah terganti.

Pun kisah bu Dian dan pak Eko. Mungkin kisah ini juga sudah banyak yang tahu. Bu Dian, seorang lulusan universitas ternama, cantik, cerdas, namun suatu hari ia divonis terkena lupus, padahal saat itu ia dan suami yang sudah cukup lama berumah tangga belum juga diberi keturunan. Tentu bukan sakit yang ringan, hingga bu Dian harus dioperasi berkali-kali bahkan sempat kehilangan penglihatannya.  Namun, dengan segenap cinta dan ketulusan, pak Eko terus merawat dan menemani sang istri. Dengan sakit yang menahun, bu Dian akhirnya mempersilakan pak Eko untuk kembali menikah. Namun inilah jawaban dari seorang pak Eko, “Saat kau sehat pun aku takkan tega menduakanmu. Apalagi saat kau sakit seperti ini, rasanya aku lebih tak tega lagi jika harus disuruh untuk menambah rasa sakitmu.” Di kesempatan lain, bahkan pak Eko memberi bu Dian sebuah buku yang ia tulis sendiri. Dalam buku itu tertulis sebuah doa, “Allah jadikan aku mencintainya bukan karena kecantikannya. Bukan pula karena kecerdasannya. Dan bukan karena keturunannya. Dan bahkan bukan karena dia sakit. Melainkan karena Engkau cinta padaku. Aamiin.”

Tak jauh dari pelupuk mata, saya pun menyaksikan cinta dua orang yang sangat saya sayangi, Ibu dan Bapak. Dengan sosok keduanya yang hampir tak pernah saling melontarkan kata mesra, tak pernah terlihat sisi romantis keduanya, namun kala ibu sakit dan hanya bisa tergolek lemas, bapak lah yang dengan sabar dan telaten memenuhi semua kebutuhannya, menjaganya saat tidur, menyuapi makan dan minumnya, bahkan membersihkan bekas buang airnya. Hingga maut pun akhirnya memisahkan keduanya di penghujung tahun ini.

Namun dari semua kisah yang ada, tentunya kisah Rasulullah SAW lah yang menjadi inspirasi utama kita semua. Kisah cinta sejatinya bersama Khadijah RA. Bagi Rasulullah, Khadijah tak ada duanya, beliau senantiasa dimuliakan saat hidup dan sesudah wafat. Ia lah wanita pertama yang mengimaninya saat yang lain mengingkari, dan hanya darinyalah Rasulullah dianugerahi putra-putri. Tidaklah Rasulullah menghadapi kerasnya gangguan dan penolakan yang membuatnya sedih kecuali Allah SWT melapangkan hatinya melalui Khadijah RA. Sehingga tak heran, walaupun Khadijah sudah tiada, Rasulullah masih terus menyebut kebaikan-kebaikannya, menjaga silaturahim dengan kerabat dan sahabatnya, sampai-sampai mengundang kecemburuan ‘Aisyah RA. Dari Aisyah RA, “Saya tidak pernah cemburu kepada seorang wanita seperti kecemburuanku kepada Khadijah, karena Rasulullah sangat sering menyebut-nyebut namanya…” (HR. Bukhari-Muslim). Begitulah, Khadijah adalah istri Nabi di dunia dan di surga.

Kita tentunya berharap bahwa cinta yang kita bangun pun tak hanya sampai di dunia tapi bisa berlabuh di akhirat. Namun, berlabuh di akhirat saja tak cukup tapi harus berlabuh di surga. Karena, adakah sepasang manusia yang cintanya akan berlabuh di neraka? Jawabannya ada, bahkan diabadikan Allah di dalam Al-Qur’an.
“Celakalah kedua belah tangan Abu Lahab dan celakalah dia. Harta bendanya dan apa yang ia usahakan tidak berguna bagi dirinya. Ia akan masuk api yang menyala- nyala. (Demikian juga) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dari sabut.”(QS. Al-Lahab: 1-5)
Abu Lahab dan istrinya. Itulah contoh pasangan sejati yang Allah janjikan akan bersatu lagi di akhirat, namun bukan di surga, melainkan di neraka. Na’udzubillah. Maka, kita senantiasa memohon kepada Allah agar cinta kita kepada suami, cinta kita kepada istri adalah cinta yang membawa keberkahan dan keridhaan Allah SWT.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Semoga Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat, kemudian ia membangunkan istrinya untuk mengerjakan. Jika istrinya tidak mau, maka ia memercikkan air pada wajahnya. Semoga Allah merahmati seorang wanita yang bangun pada malam hari untuk mengerjakan shalat, kemudian ia membangunkan suaminya untuk mengerjakan. Jika suaminya tidak mau, maka ia memercikkan air pada wajahnya. Jika keduanya bangun lalu mengerjakan shalat dua rakaat maka keduanya dicatat sebagai golongan laki-laki dan perempuan yang banyak berdzikir kepada Allah.” (Hadits riwayat Abu Dawud dan Nasa’i)
Alangkah indahnya Rasulullah menggambarkan cinta yang dibangun dalam bingkai ketaatan kepada Sang Pemilik Alam Semesta. Cinta yang produktif menghasilkan amal dan kerja-kerja nyata dalam dakwah. Hingga kelak, cinta-cinta itu kembali bersemi di surga-Nya.
Wallahu a’lam bishshawaab.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama